Minggu, 26 Januari 2014

Sengsara Membawa Nikmat

Sengsara Membawa Nikmat

Sinopsis “Sengsara Membawa Nikmat”
            Novel Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis St. Sati ini berkisar tentang perjuangan seorang pemuda dalam menghadapi segala cobaan hingga menuju sebuah kenikmatan hidup. Pemuda tersebut bernama Midun, seorang yang gagah berani, tampan, berbudi pekerti luhur, taat beribadah, dan sopan tingkah lakunya.
            Cerita bermula dari Midun yang dimusuhi Kacak, seorang kemenakan tuanku Laras. Kacak yang syirik dan benci kepada Midun, selalu mencari cara untuk mengusik Midun. Hingga akhirnya, karena suatu perkelahiaan yang dikepalai oleh kacak, Midun dipenjara di Padang. Dari sanalah nanti Midun berjumpa dengan tambatan hatinya yaitu Halimah. Demi menolong Halimah kabur dari cengkraman ayah tirinya, Midun membawa halimah lari ke tanah Jawa. Disana, Midun bergelut dengan nasib dan mencari pekerjaan. Perjalanan Midun di tanah Jawa, tidak pernah lepas dengan cobaan hidup yang tak usai.
            Awalnya kesialan menimpa Midun, namun berkat kesabaran dan kebaikannya, Midun berhasil memperoleh pekerjaan yang besar dan menikah dengan Halimah. Akhir cerita, Midun pulang ke Minangkabau bersama anak dan istrinya. Midun kembali berkumpul bersama orang tua dan saudara-saudaranya di kampung. Midun hidup bahagia bersama keluarganya.

Judul  : Sengsara Membawa Nikmat

Analisis Novel berdasarkan Unsur Intrinsik

1. Tema
            Dilihat dari judul novel tersebut “Sengsara Membawa Nikmat” sudah terlihat bahwa tema yang terkandug dalam novel tersebut adalah Perjuangan seorang tokoh bernama Midun yang berasal dari keluarga sederhana di kampung Minangkabau untuk merubah nasibnya yang penuh dengan kesengsaraan dalam menjalani hidupnya, hingga akhirnya sebuah kenikmatan didapatkannya.

2. Tokoh/Penokohan
2.1 Midun       : Tokoh Protagonis; disukai orang banyak, budi pekertinya baik, santun, gagah berani, alim, penyayang. Seperti yang tercantum dalam kutipan (Memang Midun seorang muda yang sangat digemari orang di kampungnya. Budi pekertinya amat baik, tertib sopan santun kepada siapa jua pun. Tertawanya manis, sedap didengar; tutur katanya lemah lembut. Ia gagah berani lagi baik hati, penyayang dan pengasih….. SMN, 2010: 4).
2.2 Kacak        : Tokoh Antagonis; Tinggi hati, sombong, busuk hati, tidak disukai orang, dan suka berkata kasar kepada orang. Seperti yang tercantum dalam kutipan (…..karena bersesuaian dengan tingkah lakunya. Ia tinggi hati, sombong, dan congkak. Matanya juling, kemerah-merahan warnanya. Alisnya terjorok ke muka, hidungnya panjang dan bungkuk. Hal ini sudah menyatakan, bahwa ia seorang yang busuk hati. Di kampung ia sangat dibenci orang, karena sangat angkuhnya….. SMN, 2010: 5)
2.3 Halimah     : Cantik, budi pekertinya baik, sederhana, dan manis dipandang mata. Seperti yang tercantum dalam kutipan (…..”Sungguh cantik gadis ini, tidak ada cacat celanya. Hati siapa yang tidak gila, iman yang takkan bergoyang memandang yang seelok ini. Tingkah lakunya pun bersamaan pula dengan rupannya. Kulitnya kuning langsat, perawakannya sederhana”….. SMN, 2010: 144)
2.4 Pak Midun            : Berbudi pekerti baik, arif seperti yang tercantum dalam kutipan (…..karena pak Midun seorang yang tahu dan arif, tiadalah ditinggalkannya syarat-syarat aturan berguru…. SMN, 2010: 16), Penyayang kepada anak-anaknya, seperti yang tercantu dalam kutipan (….Demikianlah hal pak Midun habis hari berganti pecan, habis pecan berganti bulan. Ia selalu bercintakan Midun, sedikit pun tidak hendak luput dari pikirannya… SMN, 2010: 167).
2.5 Haji Abbas : budi pekertinya baik, berilmu, dan seorang ulama besar. Seperti yang tercantum dalam kutipan (….. Haji Abbas adalah seorang ulama besar. Memang menjadi sifat pada haji Abbas, jika menuntut sesuatu ilmu berpantang patah di tengah. …….Haji Abbas adalah seorang tua, yang lubuk akal gudang bicara, laut pikiran tambunan budi, maka ia pun dimalui dan ditakuti orang di kampung. SMN, 2010: 18).

2.6 Tokoh Tambahan : Maun, Kadirun, Ibu Juriah, Juriah, Kemenakan tuanku Laras, Pendekar Sutan, Pak Inuh, Lenggang, Jenang, Sapir, dll.



3.  Latar/Setting
3.1 Tempat      : Cerita berlangsung di Minangkabau, Bukitinggi, Padang, Tanah Jawa. Seperti yang tercantum dalam kutipan sebagai berikut (….. Sesudah makan-minum, maka diketengahkannyalah oleh Pak Midun syarat-syarat berguru ilmu silat, sebagaimana yang sudah dilazimkan orang di Minangkabau. SMN, 2010: 16).
                        Bukittinggi, seperti yang tercantum dalam kutipan (Sebulan lagi ada pacuan kuda dan pasar malam di Bukittinggi. SMN, 2010: 59. Padang, seperti yang tercantum dalam kutipan (Setlah Midun keluar dari kantor Landraad, diceritakannyalah kepada ketiga bapaknya, bahwa Ia dihukum ke Padang lamanya empat bulan. SMN, 2010: 81). Tanah Jawa-Bogor seperti yang tercantum dalam kutipan (…Sudah padat hatinya hendak mengantarkan Halimah ke Bogor. SMN, 2010: 122).
3.2 Waktu       : Waktu Asar, Seperti yang tercantum dalam kutipan (Waktu asar sudah tiba. SMN, 2010: 1) Hari ahad pagi-pagi, seperti yang tercantum dalam kutipan (Hari ahad pagi-pagi, Midun sudah memikul tongkat pengirik padi ke sawah. SMN, 2010: 27) Malam hari, seperti yang tercantum dalam kutipan (Sekali peristiwa pada suatu petang Midun pergi ke sungai hendak mandi. SMN, 2010: 43.
3.3 Suasana     : Tegang, Takut, seperti yang tercanum dalam kutipan (Amboi, bunyi yang kami takutkan itu, kiranya “Cempedak hutan” yang baru jatuh…., mereka itu berjeritan dan bersiap hendak lari, tetapi kaki mereka itu tak dapat lagi diangkatnya, sebab sudah kaku karena ketakutan. SMN, 2010: 11). Sedih, seperti yang tercantum dalam kutipan (….Permintaan itu dikabulkan oleh mereka itu. Pak Midun berkatabdengan air mata berlinang-linang, katanya, “baik-baik engkau di negeri orang, Midun! SMN, 2010: 81). Bahagia, seperti yang tercantum dalam kutipan (Mendengar perkataan itu hampir tidak dapat Midun menjawab, karena sangat girang hatinya mendengar kabar itu. SMN, 2010: 117).

4. Alur/Plot
            Alur yang terdapat dalam cerita “Sengsara Membawa Nikmat” menggunakan alur maju atau progresif.
Bagian-bagian alur;
4.1  Pengenalan situasi : Seorang muda bernama Midun dalam menjalani hidupnya penuh dengan cobaan hidup yang bertubi-tubi. Midun adalah muda yang dibanggakan oleh keluarganya dan warga-warga di kampung karena tabiatnya yang baik dan santun. Namun, ada seorang muda yang sangat sombong dan membencinya. Ia bernama Kacak.
4.2  Pengungkapan Peristiwa : Kebencian Kacak terhadap Midun semenjak berdua belas di masjid karena orang kampung meletakkan hidangan yang betimbun-timbun di hadapan Midun dan Maun. Sedangkan kepada Kacak hanya seberapa, tak cukup sepertiga dari hidangan yang diletakkan dihadapan Midun. Kacak mencoba menjerumuskan Midun ke penjara dengan segala cara yang dihalalkannya. Seperti pada saat permainan sepak raga di Pasar, karena Kacak tersungkur/terjatuh pada saat permainan itu. Hal tersebut membuat Kacak malu dan amat marah kepada Midun. Hingga akhirnya mereka berkelahi dan membuat Midun dihukum oleh tuanku Laras selama beberapa hari.
4.3  Menuju Adanya Konflik : Kebencian Kacak kepada Midun tidak pernah usai. Kacak kembali lagi menyusun rencana untuk Midun agar Midun dihukum lebih berat dan lenyap dari kampung. Di Pasar malam terjadi perkelahian besar antara anak buah Kacak dengn Midun. Kacak mencoba untuk mencelakakan Midun, dengan memfitnahnya. Pada akhirnya, Midun dipenjara di Padang selama 4 bulan.
4.4  Puncak Konflik : Pertemuan Midun dengan Halimah di taman, pada waktu hari terakhir Midun melakukan kegiatan kerja bakti di Penjara. Setelah Midun bebas, Midun menyelamatkan Halimah agar terbebas dari ayah tirinya yang ingin menikahinya. Mereka pergi ke tanah Jawa, tepatnya di Bogor, di rumah ayah kandung Halimah. Disana Midun bekerja keras dan mencari pekerjaan. Awalnya Midun mengikuti saudagar kaya yang menjual kain, Midun ikut bekerja denganya. Namun, Midun tertipu oleh saudagar tersebut, hingga akhirnya Midun difitnah oleh saudagar tersebut dan Midun dimasukkan penjara.
4.5  Penyelesaian : Setelah Midun bebas dari penjara, Midun mendapatkan pekerjaan yang layak yaitu sebagai menteri polisi di Tanjung Priok karena kebaikannya. Midun menikah dengan Halimah dan memiliki anak laki-laki. Pada akhirnya, Midun kembali ke kampungnya dan hidp bahagia bersama keluarganya. Di kampung, Midun diangkat sebagai penghulu, bergelar Datuk Paduka Raja. Kacak pun di penjara karena menggelapkan uang belasting.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang pengarang dalam novel “Sengsara Membawa Nikmat” menggunakan sudut pandang pengarang sebagai orang ketiga serba tahu yaitu dengan menggunakan kata “Dia, Ia dan Nama Orang”, misalnya Midun, Maun, Pak Midun, Halimah, dll. Seperti dalam kutipan (Memang Midun seorang muda yang sangat digemari orang di kampungnya. SMN, 2010: 4), (Ia tinggi hati, sombong, dan congkak….  Adat sopan santun sedikit pun tak ada pada Kacak. SMN, 2010: 5).

6. Gaya Bahasa
            Pengarang dalam mengungkapkan gagasannya menggunakan gaya bahasa yang indah, sederhana, dan ada beberapa gagasan yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa Minangkabau dan beberapa kalimat yang bermajas serta peribahasa. Walaupun pengarang menggunakan bahasa asing, namun terdapat makna dari kata asing tersebut. Seperti dalam kutipan sebagai berikut;
6.1 Dengan menggunakan kata asing/bahasa lain (…. Dengan tidak menanti anak raga SMN, 2010: 7) artinya menyepak raga yang menyambug sesudah jatuh. (…Ia telah menjadi guru tua. SMN, 2010: 3) artinya pembantu.
6.2 Dengan mengunakan bahasa Minangkabau (Amboi, bunyi yang kami takutkan itu, kiranya “Cempedak hutan” yang baru jatuh…., SMN, 2010: 11). (…. Sehari-harian itu Midun bekerja paksa. Tak sedikit jua ia berhenti melepaskan lelah….. seakan-akan orang ia kerja paksa seharian itu. SMN, 2010: 97).
6.3 Gagasan yang bermajas. Majas Hiperbola (….Bertimbun-timbun, hingga hampir sama dengan duduk kita. SMN, 2010: 3), Majas Metafora ( karena itu, tua muda, kecil besar di kampung. SMN, 2010: 4), Majas Personifikasi (Sudah hampir terbenam matahari gila membual juga. SMN, 2010: 6).
6.3 Peribahasa ( belajar sampai ke pulau, berjalan sampai ke batas. SMN, 2010: 17), Ilmu padi kian berisi, kian merunduk. SMN, 2010: 23).

7. Pesan/Amanat
            Pesan yang ingin disampaikan oleh pengarng terlihat jelas dari judul novel tersebut yaitu “Sengsara Membawa Nikmat”,. Bahwa, dalam mengarungi sebuah kehidupan ada kalanya kita hidup  tidak lepas dari ujian, cobaan dari Allah SWT. Kita dapat mencontoh jejak hidup tokoh bernama “Midun”, dalam hidpnya Ia penuh dengan ujian yang bertubi-tubi, dari sebuah kesengsaraan hingga berujung sebuah kenikmatan. Sebaiknya, ketika kita mendapatkan ujian/cobaan kehidupan, kita harus bersabar dan menerimanya dengan ikhlas, karena nikmat kehidupan pasti akan kita dapatkan. Dan, janganlah kita menjadi orang yang tamak, sombong, angkuh dan suka berkuasa. Karena, kita pasti akan dibenci dan dijauhi orang. Berlatihlah hidup sabar dan menerima apaadanya, serta berjuanglah dan bekerja keras untuk mencapai kenikmatan hidup. Hingga akhirnya, kita dijauhkan dari eksengaraan hidup.

2.5.2 Analisis Novel berdasarkan Unsur Ekstrinsik

1. Pengarang
            Tulis Sutan Sati dilahirkan di Bukittinggi, Padang pada tahun 1898 dan meninggal pada tahun 1942. Karyanya banyak yang diangkat dari kehidupan sosial masyarakat Minangkabau. Tema yang terdapat di dalam karyanya juga menyentuh tentang masyarakat Minangkabau. Novel-novel yang dikarang oleh beliau ialah Sengsara Membawa Nikmat(1928). Memutuskan Pertalian(1932),Tidak Membalas Guna(1932), dan Tak Disangka(1932). Novel Sengsara Membawa Nikmat dianggap karya yang paling bernilai dari karya Tulis Sutan Sati. Novel ini memperincikan tentang kehidupan masyarakat Minangkabau pada tahun 1920-an. Menurut A. Teeuw, novel ini sangat menarik kerana hidup dan lincahnya si pengarang membawa pembaca ke dalam suasana desa Minangkabau dengan kejadian sehari-hari dan segala reaksi manusiawi. Temanya berpusat kepada perantauan tokoh utamanya, Midun. Gambaran perantauan terasa lebih menampakan realiti seolah-olah peristiwa ini benar-benar terjadi pada zaman semasa novel ini dihasilkan.Beliau juga pernah menterjemahkan kaba Sabai Nan Aluih(1929) yang ditulis oleh M. Thaib Gelar St Pamuntjak dalam bahasa Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia.

2. Pendidikan Pengarang
            Riwayat pendidikan pengarang tidak diketahui karena pengarang kurang  diberi penekanan oleh para ahli sastra Indonesia, sehingga data-data pengarang kurang terperinci. Semasa hidupnya, Tulis Sutan Sati pernah menjadi guru. Kemampuan mengarangnya kian terasah ketika ia menjadi salah sat redaktur di penerbitan, ketika itu milik Belanda, Balai Pustaka.

3. Penerbit
Novel ini pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Walaupun merupakan sastra lama, cerita yang tersaji begitu memikat para pecinta sastra sehingga tak mengherankan jika novel ini mengalami cetak ulang yang kedua puluh pada tahun 2010. Novel ini adalah salah satu karya sastra yang memperkaya horison sastra Indonesia pada zamannya.

4. Latar Belakang Pengarang (Agama, Sosial dan Budaya).
a. Nilai Agama
            Pengarang berasal dari keluarga muslim, sehingga pengarang menuangkan gagasannya dengan perwatakan/penokohan tokoh seorang Midun dan keluarganya yang sangat alim dan taat beragama. Terbukti bahwa “Midun” adalah seorang yang taat beragama dan suka mengajar mengaji.
b. Nilai Sosial dan budaya
            Tulis Sutan Sati lahir pada tahun 1898. Dia hidup pada zaman penjajahan Jepang dan Belanda. Pada tahun 1928, pengarang melahirkan sebuah novel yang berjudul “sengsara Membawa Nikmat”. Dari novel terssebut pengarang melukiskan/menggambarkan kehidupan masyarakat Minangkabau pada saat dijajah Jepang dan Belanda tidak jauh berbeda. Ternyata kehidupan masyarakat Minangkabau pada zaman dahulu penuh dengan penderitaan. Masyarakat yang mendapat hukuman karena kesalahan yang tidak tentu dilakukan oleh masyarakat tersebut, dipaksa bekerja keras, kerja paksa (Rodi). Seperti dalam kutipan (…..mengirik ke sawah istri Kacak itu, adalah pada pikirannya sebagai menjalankan kerja rodi… SMN, 2010: 29). (…. Sehari-hari itu Midun bekerja paksa. Tak sedikit jua ia dapat berhenti melepaskan lelah.. SMN, 2010: 97. (….seakan-akan orang ia kerja paksa seharian itu. SMN, 2010: 97).Pengarang juga menggambarkn kehidupan masyarakat Minangkabau dalam hidupnya saling tolong menolong dengan sesame. Sepeti dalam kutipan (Sudah umum pada orang kampung itu, manakala ada pekerjaan berat suka bertolong-tolong…SMN, 2010: 26)

Selain itu pengarang ingin menunjukkan bahwa nasib seseorang bisa berubah, jika seseorang gtersebut berusaha, sabar dan berdoa, walaupun seseorang tersebut dari kalangan bawah, yang tidak berpendidikan dan berasal dari kalangan yang tidak mampu. Seseorang tersebut dapat berpeluang menjadi orang yang sukses diemudian hari asal seseorang tersebut mau bekerj keras dan berusaha mengubah nasib hidupnya. Seperti dalam kutipan (…saya sudah berjanji dengan diri saya, dikalau saya lepas dari hukuman, akan tinggal mencari penghidupan di Padang. Kalau tak dapat di Padang, dimanapun jua, asal dapat mencari rizki untuk sesuap pagi dan sesuap petang… SMN, 2010: 127).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a
w
a
z
o
N
a
n
e
R
Batman Begins - Help Select