Sengsara Membawa Nikmat
Sinopsis “Sengsara
Membawa Nikmat”
Novel Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis St.
Sati ini berkisar tentang perjuangan seorang pemuda dalam menghadapi segala
cobaan hingga menuju sebuah kenikmatan hidup. Pemuda tersebut bernama Midun,
seorang yang gagah berani, tampan, berbudi pekerti luhur, taat beribadah, dan
sopan tingkah lakunya.
Cerita
bermula dari Midun yang dimusuhi Kacak, seorang kemenakan tuanku Laras. Kacak
yang syirik dan benci kepada Midun, selalu mencari cara untuk mengusik Midun.
Hingga akhirnya, karena suatu perkelahiaan yang dikepalai oleh kacak, Midun
dipenjara di Padang. Dari sanalah nanti Midun berjumpa dengan tambatan hatinya
yaitu Halimah. Demi menolong Halimah kabur dari cengkraman ayah tirinya, Midun
membawa halimah lari ke tanah Jawa. Disana, Midun bergelut dengan nasib dan
mencari pekerjaan. Perjalanan Midun di tanah Jawa, tidak pernah lepas dengan
cobaan hidup yang tak usai.
Awalnya
kesialan menimpa Midun, namun berkat kesabaran dan kebaikannya, Midun berhasil
memperoleh pekerjaan yang besar dan menikah dengan Halimah. Akhir cerita, Midun
pulang ke Minangkabau bersama anak dan istrinya. Midun kembali berkumpul
bersama orang tua dan saudara-saudaranya di kampung. Midun hidup bahagia
bersama keluarganya.
Judul :
Sengsara Membawa Nikmat
Analisis Novel
berdasarkan Unsur Intrinsik
1. Tema
Dilihat dari judul novel tersebut “Sengsara
Membawa Nikmat” sudah terlihat bahwa tema yang terkandug dalam novel tersebut
adalah Perjuangan seorang tokoh bernama Midun yang berasal dari keluarga
sederhana di kampung Minangkabau untuk merubah nasibnya yang penuh dengan
kesengsaraan dalam menjalani hidupnya, hingga akhirnya sebuah kenikmatan
didapatkannya.
2. Tokoh/Penokohan
2.1 Midun : Tokoh
Protagonis; disukai orang banyak, budi pekertinya baik, santun, gagah berani,
alim, penyayang. Seperti yang tercantum dalam kutipan (Memang Midun
seorang muda yang sangat digemari orang di kampungnya. Budi pekertinya amat
baik, tertib sopan santun kepada siapa jua pun. Tertawanya manis, sedap
didengar; tutur katanya lemah lembut. Ia gagah berani lagi baik hati, penyayang
dan pengasih….. SMN, 2010: 4).
2.2 Kacak : Tokoh
Antagonis; Tinggi hati, sombong, busuk hati, tidak disukai orang, dan suka
berkata kasar kepada orang. Seperti yang tercantum dalam kutipan (…..karena
bersesuaian dengan tingkah lakunya. Ia tinggi hati, sombong, dan congkak.
Matanya juling, kemerah-merahan warnanya. Alisnya terjorok ke muka, hidungnya
panjang dan bungkuk. Hal ini sudah menyatakan, bahwa ia seorang yang busuk
hati. Di kampung ia sangat dibenci orang, karena sangat angkuhnya….. SMN, 2010:
5)
2.3 Halimah : Cantik, budi
pekertinya baik, sederhana, dan manis dipandang mata. Seperti yang tercantum
dalam kutipan (…..”Sungguh cantik gadis ini, tidak ada cacat celanya.
Hati siapa yang tidak gila, iman yang takkan bergoyang memandang yang seelok
ini. Tingkah lakunya pun bersamaan pula dengan rupannya. Kulitnya kuning
langsat, perawakannya sederhana”….. SMN, 2010: 144)
2.4 Pak
Midun :
Berbudi pekerti baik, arif seperti yang tercantum dalam kutipan (…..karena
pak Midun seorang yang tahu dan arif, tiadalah ditinggalkannya syarat-syarat
aturan berguru…. SMN, 2010: 16), Penyayang kepada anak-anaknya, seperti
yang tercantu dalam kutipan (….Demikianlah hal pak Midun habis hari
berganti pecan, habis pecan berganti bulan. Ia selalu bercintakan Midun,
sedikit pun tidak hendak luput dari pikirannya… SMN, 2010: 167).
2.5 Haji Abbas : budi pekertinya baik, berilmu, dan seorang
ulama besar. Seperti yang tercantum dalam kutipan (….. Haji Abbas
adalah seorang ulama besar. Memang menjadi sifat pada haji Abbas, jika menuntut
sesuatu ilmu berpantang patah di tengah. …….Haji Abbas adalah seorang tua, yang
lubuk akal gudang bicara, laut pikiran tambunan budi, maka ia pun dimalui dan
ditakuti orang di kampung. SMN, 2010: 18).
2.6 Tokoh Tambahan : Maun, Kadirun, Ibu Juriah, Juriah,
Kemenakan tuanku Laras, Pendekar Sutan, Pak Inuh, Lenggang, Jenang, Sapir, dll.
3. Latar/Setting
3.1 Tempat : Cerita
berlangsung di Minangkabau, Bukitinggi, Padang, Tanah Jawa. Seperti yang
tercantum dalam kutipan sebagai berikut (….. Sesudah makan-minum, maka
diketengahkannyalah oleh Pak Midun syarat-syarat berguru ilmu silat,
sebagaimana yang sudah dilazimkan orang di Minangkabau. SMN, 2010: 16).
Bukittinggi, seperti yang tercantum dalam
kutipan (Sebulan lagi ada pacuan kuda dan pasar malam di Bukittinggi.
SMN, 2010: 59. Padang, seperti yang tercantum dalam kutipan (Setlah
Midun keluar dari kantor Landraad, diceritakannyalah kepada ketiga bapaknya,
bahwa Ia dihukum ke Padang lamanya empat bulan. SMN, 2010: 81). Tanah
Jawa-Bogor seperti yang tercantum dalam kutipan (…Sudah padat hatinya
hendak mengantarkan Halimah ke Bogor. SMN, 2010: 122).
3.2 Waktu : Waktu Asar,
Seperti yang tercantum dalam kutipan (Waktu asar sudah tiba. SMN, 2010:
1) Hari ahad pagi-pagi, seperti yang tercantum dalam kutipan (Hari
ahad pagi-pagi, Midun sudah memikul tongkat pengirik padi ke sawah. SMN, 2010:
27) Malam hari, seperti yang tercantum dalam kutipan (Sekali
peristiwa pada suatu petang Midun pergi ke sungai hendak mandi. SMN, 2010: 43.
3.3 Suasana : Tegang, Takut,
seperti yang tercanum dalam kutipan (Amboi, bunyi yang kami takutkan
itu, kiranya “Cempedak hutan” yang baru jatuh…., mereka itu berjeritan dan
bersiap hendak lari, tetapi kaki mereka itu tak dapat lagi diangkatnya, sebab
sudah kaku karena ketakutan. SMN, 2010: 11). Sedih, seperti yang
tercantum dalam kutipan (….Permintaan itu dikabulkan oleh mereka itu.
Pak Midun berkatabdengan air mata berlinang-linang, katanya, “baik-baik engkau
di negeri orang, Midun! SMN, 2010: 81). Bahagia, seperti yang
tercantum dalam kutipan (Mendengar perkataan itu hampir tidak dapat
Midun menjawab, karena sangat girang hatinya mendengar kabar itu. SMN, 2010:
117).
4. Alur/Plot
Alur
yang terdapat dalam cerita “Sengsara Membawa Nikmat” menggunakan alur maju atau
progresif.
Bagian-bagian alur;
4.1 Pengenalan situasi : Seorang muda bernama
Midun dalam menjalani hidupnya penuh dengan cobaan hidup yang bertubi-tubi.
Midun adalah muda yang dibanggakan oleh keluarganya dan warga-warga di kampung
karena tabiatnya yang baik dan santun. Namun, ada seorang muda yang sangat
sombong dan membencinya. Ia bernama Kacak.
4.2 Pengungkapan Peristiwa : Kebencian Kacak
terhadap Midun semenjak berdua belas di masjid karena orang kampung meletakkan
hidangan yang betimbun-timbun di hadapan Midun dan Maun. Sedangkan kepada Kacak
hanya seberapa, tak cukup sepertiga dari hidangan yang diletakkan dihadapan
Midun. Kacak mencoba menjerumuskan Midun ke penjara dengan segala cara yang dihalalkannya.
Seperti pada saat permainan sepak raga di Pasar, karena Kacak
tersungkur/terjatuh pada saat permainan itu. Hal tersebut membuat Kacak malu
dan amat marah kepada Midun. Hingga akhirnya mereka berkelahi dan membuat Midun
dihukum oleh tuanku Laras selama beberapa hari.
4.3 Menuju Adanya Konflik : Kebencian Kacak kepada
Midun tidak pernah usai. Kacak kembali lagi menyusun rencana untuk Midun agar
Midun dihukum lebih berat dan lenyap dari kampung. Di Pasar malam terjadi
perkelahian besar antara anak buah Kacak dengn Midun. Kacak mencoba untuk
mencelakakan Midun, dengan memfitnahnya. Pada akhirnya, Midun dipenjara di
Padang selama 4 bulan.
4.4 Puncak Konflik : Pertemuan Midun dengan
Halimah di taman, pada waktu hari terakhir Midun melakukan kegiatan kerja bakti
di Penjara. Setelah Midun bebas, Midun menyelamatkan Halimah agar terbebas dari
ayah tirinya yang ingin menikahinya. Mereka pergi ke tanah Jawa, tepatnya di
Bogor, di rumah ayah kandung Halimah. Disana Midun bekerja keras dan mencari
pekerjaan. Awalnya Midun mengikuti saudagar kaya yang menjual kain, Midun ikut
bekerja denganya. Namun, Midun tertipu oleh saudagar tersebut, hingga akhirnya
Midun difitnah oleh saudagar tersebut dan Midun dimasukkan penjara.
4.5 Penyelesaian : Setelah Midun bebas dari
penjara, Midun mendapatkan pekerjaan yang layak yaitu sebagai menteri polisi di
Tanjung Priok karena kebaikannya. Midun menikah dengan Halimah dan memiliki
anak laki-laki. Pada akhirnya, Midun kembali ke kampungnya dan hidp bahagia
bersama keluarganya. Di kampung, Midun diangkat sebagai penghulu, bergelar
Datuk Paduka Raja. Kacak pun di penjara karena menggelapkan uang belasting.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang pengarang dalam novel “Sengsara Membawa Nikmat”
menggunakan sudut pandang pengarang sebagai orang ketiga serba tahu yaitu
dengan menggunakan kata “Dia, Ia dan Nama Orang”, misalnya Midun, Maun, Pak
Midun, Halimah, dll. Seperti dalam kutipan (Memang Midun seorang muda
yang sangat digemari orang di kampungnya. SMN, 2010: 4), (Ia tinggi hati, sombong,
dan congkak…. Adat sopan santun sedikit pun tak ada pada Kacak. SMN,
2010: 5).
6. Gaya Bahasa
Pengarang dalam mengungkapkan gagasannya
menggunakan gaya bahasa yang indah, sederhana, dan ada beberapa gagasan yang
diungkapkan dengan menggunakan bahasa Minangkabau dan beberapa kalimat yang
bermajas serta peribahasa. Walaupun pengarang menggunakan bahasa asing, namun
terdapat makna dari kata asing tersebut. Seperti dalam kutipan sebagai berikut;
6.1 Dengan menggunakan
kata asing/bahasa lain (…. Dengan tidak menanti anak raga SMN, 2010: 7) artinya
menyepak raga yang menyambug sesudah jatuh. (…Ia telah menjadi guru
tua. SMN, 2010: 3) artinya pembantu.
6.2 Dengan mengunakan
bahasa Minangkabau (Amboi, bunyi yang kami takutkan itu, kiranya
“Cempedak hutan” yang baru jatuh…., SMN, 2010: 11). (…. Sehari-harian itu Midun
bekerja paksa. Tak sedikit jua ia berhenti melepaskan lelah….. seakan-akan
orang ia kerja paksa seharian itu. SMN, 2010: 97).
6.3 Gagasan yang
bermajas. Majas Hiperbola (….Bertimbun-timbun, hingga hampir sama
dengan duduk kita. SMN, 2010: 3), Majas Metafora ( karena itu,
tua muda, kecil besar di kampung. SMN, 2010: 4), Majas Personifikasi (Sudah
hampir terbenam matahari gila membual juga. SMN, 2010: 6).
6.3 Peribahasa (
belajar sampai ke pulau, berjalan sampai ke batas. SMN, 2010: 17), Ilmu padi
kian berisi, kian merunduk. SMN, 2010: 23).
7. Pesan/Amanat
Pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarng terlihat jelas dari judul novel tersebut
yaitu “Sengsara Membawa Nikmat”,. Bahwa, dalam mengarungi sebuah kehidupan ada
kalanya kita hidup tidak lepas dari ujian, cobaan dari Allah SWT.
Kita dapat mencontoh jejak hidup tokoh bernama “Midun”, dalam hidpnya Ia penuh
dengan ujian yang bertubi-tubi, dari sebuah kesengsaraan hingga berujung sebuah
kenikmatan. Sebaiknya, ketika kita mendapatkan ujian/cobaan kehidupan, kita
harus bersabar dan menerimanya dengan ikhlas, karena nikmat kehidupan pasti
akan kita dapatkan. Dan, janganlah kita menjadi orang yang tamak, sombong,
angkuh dan suka berkuasa. Karena, kita pasti akan dibenci dan dijauhi orang.
Berlatihlah hidup sabar dan menerima apaadanya, serta berjuanglah dan bekerja
keras untuk mencapai kenikmatan hidup. Hingga akhirnya, kita dijauhkan dari
eksengaraan hidup.
2.5.2 Analisis Novel
berdasarkan Unsur Ekstrinsik
1. Pengarang
Tulis
Sutan Sati dilahirkan di Bukittinggi, Padang pada tahun 1898 dan meninggal
pada tahun 1942. Karyanya banyak yang diangkat dari kehidupan sosial
masyarakat Minangkabau. Tema yang terdapat di dalam karyanya juga menyentuh
tentang masyarakat Minangkabau. Novel-novel yang dikarang oleh beliau ialah
Sengsara Membawa Nikmat(1928). Memutuskan Pertalian(1932),Tidak
Membalas Guna(1932), dan Tak Disangka(1932). Novel Sengsara Membawa
Nikmat dianggap karya yang paling bernilai dari karya Tulis Sutan Sati. Novel
ini memperincikan tentang kehidupan masyarakat Minangkabau pada tahun 1920-an.
Menurut A. Teeuw, novel ini sangat menarik kerana hidup dan lincahnya si
pengarang membawa pembaca ke dalam suasana desa Minangkabau dengan kejadian
sehari-hari dan segala reaksi manusiawi. Temanya berpusat kepada perantauan
tokoh utamanya, Midun. Gambaran perantauan terasa lebih menampakan realiti
seolah-olah peristiwa ini benar-benar terjadi pada zaman semasa novel ini dihasilkan.Beliau
juga pernah menterjemahkan kaba Sabai Nan Aluih(1929) yang ditulis oleh M.
Thaib Gelar St Pamuntjak dalam bahasa Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia.
2. Pendidikan
Pengarang
Riwayat pendidikan pengarang tidak diketahui
karena pengarang kurang diberi penekanan oleh para ahli sastra
Indonesia, sehingga data-data pengarang kurang terperinci. Semasa hidupnya,
Tulis Sutan Sati pernah menjadi guru. Kemampuan mengarangnya kian terasah
ketika ia menjadi salah sat redaktur di penerbitan, ketika itu milik Belanda,
Balai Pustaka.
3. Penerbit
Novel ini pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun
1928. Walaupun merupakan sastra lama, cerita yang tersaji begitu memikat para
pecinta sastra sehingga tak mengherankan jika novel ini mengalami cetak ulang
yang kedua puluh pada tahun 2010. Novel ini adalah salah satu karya sastra yang
memperkaya horison sastra Indonesia pada zamannya.
4. Latar Belakang
Pengarang (Agama, Sosial dan Budaya).
a. Nilai Agama
Pengarang
berasal dari keluarga muslim, sehingga pengarang menuangkan gagasannya dengan
perwatakan/penokohan tokoh seorang Midun dan keluarganya yang sangat alim dan
taat beragama. Terbukti bahwa “Midun” adalah seorang yang taat beragama dan
suka mengajar mengaji.
b. Nilai Sosial dan
budaya
Tulis Sutan Sati lahir pada tahun 1898. Dia
hidup pada zaman penjajahan Jepang dan Belanda. Pada tahun 1928, pengarang
melahirkan sebuah novel yang berjudul “sengsara Membawa Nikmat”. Dari novel
terssebut pengarang melukiskan/menggambarkan kehidupan masyarakat Minangkabau
pada saat dijajah Jepang dan Belanda tidak jauh berbeda. Ternyata kehidupan
masyarakat Minangkabau pada zaman dahulu penuh dengan penderitaan. Masyarakat
yang mendapat hukuman karena kesalahan yang tidak tentu dilakukan oleh
masyarakat tersebut, dipaksa bekerja keras, kerja paksa (Rodi). Seperti dalam
kutipan (…..mengirik ke sawah istri Kacak itu, adalah pada pikirannya
sebagai menjalankan kerja rodi… SMN, 2010: 29). (…. Sehari-hari itu
Midun bekerja paksa. Tak sedikit jua ia dapat berhenti melepaskan lelah.. SMN,
2010: 97. (….seakan-akan orang ia kerja paksa seharian itu. SMN, 2010: 97).Pengarang
juga menggambarkn kehidupan masyarakat Minangkabau dalam hidupnya saling tolong
menolong dengan sesame. Sepeti dalam kutipan (Sudah umum pada orang
kampung itu, manakala ada pekerjaan berat suka bertolong-tolong…SMN, 2010: 26)
Selain itu pengarang
ingin menunjukkan bahwa nasib seseorang bisa berubah, jika seseorang gtersebut
berusaha, sabar dan berdoa, walaupun seseorang tersebut dari kalangan bawah,
yang tidak berpendidikan dan berasal dari kalangan yang tidak mampu. Seseorang
tersebut dapat berpeluang menjadi orang yang sukses diemudian hari asal
seseorang tersebut mau bekerj keras dan berusaha mengubah nasib hidupnya. Seperti
dalam kutipan (…saya sudah berjanji dengan diri saya, dikalau saya
lepas dari hukuman, akan tinggal mencari penghidupan di Padang. Kalau tak dapat
di Padang, dimanapun jua, asal dapat mencari rizki untuk sesuap pagi dan sesuap
petang… SMN, 2010: 127).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar