Sengsara
Membawa Nikmat (1928)
Tuanku Laras, kepala desa salah satu desa di Padang,
mempunyai seorang keponakan bernama Kacak. Merasa mamaknya sebagai kepala desa
yang disegani serta tergolong keluarga kaya, Kacak tak dapat menutupi
kepohangan hatinya. Sikapnya yang angkuh dan sombong sungguh tak di sukai
orang-orang di kampung itu.
Berbeda
debgan Kacak, Midun, anak sulung seorang petani biasa, justru selalu di sukai
banyak orang. Ayahnya, sungguh berbuat baik. Itulah sebabnya, Midun belajar
mengaji, sekaligus ilmu silat kepad guru mengajinya, Haji Abbas dan Pendekar
Sulatan. Kemahiaran nya dalam ilmu bela diri itu pun, sama sekali tidak
membuatnya sombong. Perilakunya tetap terpuji.
Bagi kacak, perilaku Midun itu sangat menyebalkan.
Ia tak senag orang-orang di kampungnya menyukai dan memuji tabiat pemuda miskin
itu. Lalu, dicari-carinya kesalahan Midun. Lebih dari itu, Kaxak juga
mengajaknya berkelahi. Namun dengan sabar Midun berusaha menghindari keributan.
Ia meras lebih baik mengalah daripada ribut atau berkelahi yang tidak
bermanfaat itu. Namun, kacak yabg menggap Midun sebagai musuhnya, justru
menyerangnya secara membabi-buta. Berkat ilmu silat yang dimiliki pemuda
penyabar itu, serangan-serangan Kacak selalu dapat dihindarinya. Terlalu mudah
baginya mematahkan setiap serangan orang yang sudah dirasuk amarah itu.
Ketika diketahui bahwa Midun berhasil menyelamatkan
istri Kacak yang nyaris tenggelam terbawa arus sungai, dendam Kacak makin
berkobar. Ia mengangap Midun telah melakukan perbuatan kurang ajar dan telah
berani memegang wanita yang bukan istrinya. Lalu,untuk kedua kalinya,Kacak
berusaha menyerang pemuda yab=ng telah menyelamtakn istrinya itu. Kali ini,
Midun meladeninya, dan laki-laki tak tahudiri itu, dengan mudah dibuatnya
jatuh-bangun.
Buntut peristiwa itu memaksa Midun menerima hukuman
berupa keharusan mengerjakan apa saja yang di perinyahkan Tuanku Laras. Orang
yang mengawasinya selama ia menjalani ‘’hukuman’’ itu tidak lain adalah Kacak
sendiri. Pukulan dan caci-maki keponakan kepala desa itu pun, terpaksa di
terima midun dengan pasrah.
Rupanya, Kacak sendiri belum juga puas melihat Midun
masih berkeliaran di desa itu. Ia pun bertekad untuk membunuhnya. Kemudian
secara diam-diam,ia menyuruh Lenggang, seorang pembunuh bayaran,untuk melakukan
rencananya. Siasat pun diatur. Sesuai dengan rencana, ketika Midun dan
Maun,sahabatnya,mencari warung nasi saat berlangsung pacuan kuda, Lenggang
tiba-tiba menyerang Midun dengan pisau terhunus. Beruntung,Midun dapat
menggelak. Terjadilah perkelahian yang membuat panik orang-orang di
sekitarnya.Polisi kemudian datang menangkap mereka. Setelah di periksa, Maun
yang tak bersalah, diizinkan pulang. Sebaliknya, Midun dinyatakan bersalah. Ia
ditahan dan dibawa ke penjara Padang. Kacak yang mendengar berita tersebut,
merasa sangat senang. Orang yang ia anggap musuh itu, kini mendekam di penjara.
Di penjara, Midun mengalami berbagai siksaan, baik
yang dilakukan sipir-sipir penjara, maupun sesama tahanan lainya. Belakangan ,
tahanan lainya segan terhadapnya, sesudah ia berhasil membuat jagoan di penjara
itu bertekuk lutut.
Suatu hari,saat ia menyapu jalan, tugasnya
sehari-hari, ia melihat seorang gadis duduk di bawah pohon kenari. Beberapa
saat setelah wanita itu pergi, Midun melihat sebuah kalung berlian. Ia yakin,
kalung itu tentu milik wanita tadi. Segera ia menemuinya untuk mengembalikan
benda berharga itu. Inilah awal perkenalan Midun dengan Halimah, nama gadis
itu.
Perkenalan mereka terus berlanjut. Midun akhirnya
tahu keadaan Halimah yang sebenarnya. Ternyata, wanita itu kini tinggal bersama
ayah tirinya. Hal itu terpaksa ia lakukan setelah ibu Halimah meninggal dunia.
Ia sebenarnya ingin meninggalkan ayah tirinya. Halimah kemudian meminta
pertolongan Midun agar membawanya kabur.
Setelah Midun dinyatakan bebas, Midun segera membawa Halimah. Berkat
pertolongan Pak Karto, seorang petugas yang bekerja sebagai pembantu penjara,
Midun berhasil membawa wanita itu ke
Bogor, menemui ayah Halimah.
Dua bulan Midun
tinggal bersama Halimah. Ia kemudian bermaksud mencari pekerjaan di
Jakarta. Dalam perjalanan ia berkenalan
dengan orang Arab bernama Syekh Abdullah Al-Hadramut. Mengetahui maksud Midun
pergi ke Jakarta, Syekh Abdullah memberi pinjaman uang untuk modal Midun
berdagang. Dengan modal itulah ,Midun memulai usahanya yang ternyata
lambat-laun terus mengalami kemajuan. Ketia Midun hendak mengembalikan uang
pinjamannya, jumlah yang harus di bayar ternyata sudah membengkak. Ia baru
sadar jika orang Arab itu rentenir. Tentu saja, Midun tak mau mengembalikan
uang pinjamannya, dengan jumlah yang sedemikian besar.
Namun, lintah darat itu ternyata punya akal licik.
Midun harus memilih, membayar uang pinjaman berikut bunganya atau merelakan
Halimah menjadi istri Syekh Arab yang rentenir itu. Halimah yang diperlakukan
demikian oleh orang Arab itu, tentu saja marah dan menyatakan tidak sudi menjadi istrinya. Persoalan ini ternyata
kembali harus melibaykan Midun berurusan dengan polisi. Pengaduan orang Arab
itu yang membuat midun kembali di tahan.
Lepas dari tahanan, ia bermaksud pergi ke pasar
baru. Tiba-tiba ia melihat seseorang sedang mengamuk dan hendak membunuh
seorang sinyo. Tanpa pikir panjang,Midun turun tangan dan berhasil
menyelamatkan sinyo itu. Sinyo itu kemudian membawa Midun kepada orang tuanya
yang ternyata Tuan Hoofdcommissaris. Sebagai ungkapan terima kasih, kepala
komisarisitu memberi Midun pekerjaan sebagai juru tulis. Tak lama sesudah itu,
ia punmelaksanakan niatnya untuk menikahi Hlimah.
Sementara itu, karena Midun memperlihatkan prestasi
yang baik dalam pekerjaanya, ia diangkat sebagai menteri polisi Tanjuk Priok.
Suatu ketika, Midun di tugasi untuk menumpas
penyelundupan di Medan. Ketika sedang menjalani tugasnya, secara kebetulan, ia
bertemu dengan Manjau, adiknya. Dari adiknya itulah ia mendengar kabar bahwa ayahnya
telah meninggal, sedangkan harta kekayaannya yang tidak terlalu banyak itu
habis untuk biaya hidup, dan sebagian lagi diambil oleh keponakan ayahnya.
Kabar ini tidak hanya membuat Midun merasa sedih, tetapi juga membuatnya merasa
terpanggil untuk kembali ke kampung halamanya. Sekembalinya dari Medan, ia
mengajukan permohonan kepada Hoofdcommissaris agar tugasnya di pindahkan ke
kampung halamnya. Permohonan itu dikabulkan. Bahkan di tempat tugasnya yang
baru, Midun diberi jabatan sebagai Asisten Demang.
Kembalinya Midun ke kampung halamannya, tentu saja
membuat Kacak yang kini menjadi penghulu kampung, merasa serba salah.
Belakangan terbukti, Kacak telah menggelapkan uang negara. Ia pun kemudian di
tangkap dan di jebloskan ke penjara Padang. Midun kemudian hidup bahagia
bersama seluruh keluargannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar